Monday, April 14, 2025

Apa Saja Undang-Undang yang Mengatur Cyberbullying di Indonesia?

 Di era digital seperti sekarang, interaksi sosial semakin banyak terjadi di dunia maya. Sayangnya, hal ini juga membuka ruang bagi kejahatan siber, salah satunya adalah cyberbullying. Cyberbullying atau perundungan daring adalah tindakan mengintimidasi, mengancam, atau mempermalukan seseorang melalui media elektronik seperti media sosial, aplikasi pesan, dan platform digital lainnya.

Di Indonesia, meskipun istilah cyberbullying belum secara eksplisit disebut dalam undang-undang, beberapa regulasi telah mengatur dan dapat digunakan untuk menjerat pelaku perundungan siber. Artikel ini akan membahas berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dalam menangani kasus cyberbullying di Indonesia.



1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

UU ITE merupakan payung hukum utama yang sering digunakan untuk menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan digital, termasuk cyberbullying.

Pasal yang relevan:

  • Pasal 27 ayat (3):

    "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Pasal ini kerap digunakan dalam kasus penghinaan atau pencemaran nama baik secara daring. Misalnya, jika seseorang menyebarkan komentar negatif, tuduhan, atau fitnah melalui media sosial, pasal ini dapat diterapkan.

  • Pasal 29:

    "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi."

Pasal ini dapat menjerat pelaku cyberbullying yang mengirim ancaman atau intimidasi secara langsung melalui pesan elektronik.

  • Sanksi:
    Pelanggaran terhadap pasal-pasal ini dapat dikenakan pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda hingga Rp750 juta.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Meski KUHP dibuat jauh sebelum era digital, beberapa pasalnya tetap dapat digunakan untuk mengatur cyberbullying karena substansinya bersifat umum.

Pasal yang relevan:

  • Pasal 310 KUHP:
    Mengatur tentang penghinaan, baik secara lisan maupun tertulis.

  • Pasal 311 KUHP:
    Mengatur tentang fitnah, yakni menyampaikan informasi yang tidak benar dengan maksud menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.

  • Pasal 315 KUHP:
    Mengatur penghinaan ringan yang bisa dilakukan melalui kata-kata kasar atau ejekan.

Pasal-pasal ini dapat diberlakukan terhadap tindakan perundungan daring, seperti komentar bernada hinaan atau menyebar rumor tak berdasar secara publik di internet.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (diubah menjadi UU No. 35 Tahun 2014)

Cyberbullying yang melibatkan anak sebagai korban atau pelaku diatur dalam UU Perlindungan Anak.

Pasal yang relevan:

  • Pasal 76C dan Pasal 80:
    Melarang setiap orang melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan psikis yang bisa terjadi melalui cyberbullying.

  • Pasal 9 dan Pasal 54:
    Menyebutkan bahwa anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk melalui media daring.

Jika korban cyberbullying adalah anak-anak (di bawah 18 tahun), pelaku bisa dikenakan sanksi pidana lebih berat berdasarkan undang-undang ini.

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

UU ini menjadi penting ketika pelaku cyberbullying adalah anak di bawah umur. Pendekatan hukum terhadap anak sebagai pelaku kejahatan harus berbeda, lebih mengedepankan pembinaan daripada pemidanaan.

UU ini menekankan diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan, seperti mediasi dan rehabilitasi.

5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo)

Selain undang-undang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga memiliki peran dalam menangani konten negatif, termasuk konten perundungan.

Beberapa regulasi pendukung:

  • Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat
    Mengatur kewajiban platform digital (seperti media sosial) untuk menanggapi laporan pengguna terkait konten yang melanggar hukum, termasuk cyberbullying.

  • Sistem Aduan Konten Negatif:
    Kominfo menyediakan layanan pelaporan konten melalui situs aduankonten.id, di mana masyarakat bisa melaporkan tindakan perundungan daring.

Tantangan Penegakan Hukum Cyberbullying

Meskipun sejumlah regulasi telah tersedia, penegakan hukum terhadap kasus cyberbullying di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain:

  • Sulitnya pembuktian: Cyberbullying sering terjadi di ruang privat seperti pesan langsung, sehingga korban sulit mengumpulkan bukti yang sah.

  • Kurangnya kesadaran hukum: Banyak masyarakat belum memahami bahwa komentar bernada kasar atau menghina di media sosial bisa berakibat hukum.

  • Minimnya edukasi digital: Kurangnya pendidikan etika digital menyebabkan banyak anak muda melakukan perundungan tanpa menyadari konsekuensinya.

Cyberbullying adalah ancaman nyata di era digital yang dapat menimbulkan dampak psikis serius bagi korbannya. Meskipun istilah "cyberbullying" belum disebut secara eksplisit dalam hukum Indonesia, berbagai undang-undang dan peraturan telah mengatur tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perundungan daring.

Pengetahuan tentang hukum yang berlaku penting untuk mencegah dan menindak kasus cyberbullying. Tak hanya korban, masyarakat umum juga diharapkan aktif melaporkan konten negatif dan saling mendukung terciptanya ruang digital yang sehat dan aman.


No comments:

Post a Comment